MetroTV News : Surabaya 30 Juli 2015 Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ( ISNU ) jawa timur , menuding bahwa MUI tidak menimbang dan mengkaji matang fatwa haram yang dikeluarkan tentang BPRJS.
MUI hanya memikirkan dan mendasarkan ilmu fiqih semata saja
Wakil ketua ( ISNU ) jawa timur Ahmad Zainun Hamdi berkata , masyarakat tidak perlu menaati fatwa MUI " Fatwa MUI tidak perlu ditaati kalo mau ditaati juga monggo , tidak ada hukumannya "
Seyogyanya, kata Inung, MUI melihat dari sisi manfaat dan mudaratnya. Apalagi ini kajian kaidah fiqih. Fiqih dalam Islam sangat beragam, sehingga harus lebih banyak dilakukan kajian. Jangan tiba-tiba mengeluarkan fatwa haram.
"Orang-orang yang ada di komisi fatwa lebih banyak konservatif, bukan progresif. Makanya enggak heran jika keputusan-keputusan fatwa yang dikeluarkan banyak yang aneh-aneh," katanya.
Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini menjelaskan, keputusan MUI soal BPJS Kesehatan sama halnya fatwa haram terhadap bank konvensional. Dan yang dianggap halal hanya bank syariah. Hal ini mengacu perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait bunga bank yang dianggap sebagai riba.
Adanya BPJS Kesehatan, kata Inung, sangat bermanfaat bagi masyarakat. Munculnya fatwa haram jangan sampai membuat pemerintah mencabut program BPJS Kesehatan yang justru merugikan masyarakat.
"Saya enggak bisa bayangin bagaimana masyarakat tanpa BPJS. Mereka masyarakat tidak mampu tentu tidak ada jaminan kesehatan, dan pasti hancur-hancuran," paparnya.
Inung menjelaskan, BPJS adalah upaya negara dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia pada aspek kesehatan. "MUI bukan lembaga negara yang keputusannya harus ditaati sebagai hukum positif Negara Indonesia. Apabila mau ditaati silahkan, bila tidak mau juga tidak apa-apa," tegas dia.
MUI hanya memikirkan dan mendasarkan ilmu fiqih semata saja
Wakil ketua ( ISNU ) jawa timur Ahmad Zainun Hamdi berkata , masyarakat tidak perlu menaati fatwa MUI " Fatwa MUI tidak perlu ditaati kalo mau ditaati juga monggo , tidak ada hukumannya "
Seyogyanya, kata Inung, MUI melihat dari sisi manfaat dan mudaratnya. Apalagi ini kajian kaidah fiqih. Fiqih dalam Islam sangat beragam, sehingga harus lebih banyak dilakukan kajian. Jangan tiba-tiba mengeluarkan fatwa haram.
"Orang-orang yang ada di komisi fatwa lebih banyak konservatif, bukan progresif. Makanya enggak heran jika keputusan-keputusan fatwa yang dikeluarkan banyak yang aneh-aneh," katanya.
Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini menjelaskan, keputusan MUI soal BPJS Kesehatan sama halnya fatwa haram terhadap bank konvensional. Dan yang dianggap halal hanya bank syariah. Hal ini mengacu perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait bunga bank yang dianggap sebagai riba.
Adanya BPJS Kesehatan, kata Inung, sangat bermanfaat bagi masyarakat. Munculnya fatwa haram jangan sampai membuat pemerintah mencabut program BPJS Kesehatan yang justru merugikan masyarakat.
"Saya enggak bisa bayangin bagaimana masyarakat tanpa BPJS. Mereka masyarakat tidak mampu tentu tidak ada jaminan kesehatan, dan pasti hancur-hancuran," paparnya.
Inung menjelaskan, BPJS adalah upaya negara dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia pada aspek kesehatan. "MUI bukan lembaga negara yang keputusannya harus ditaati sebagai hukum positif Negara Indonesia. Apabila mau ditaati silahkan, bila tidak mau juga tidak apa-apa," tegas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar